Prees Rilis Diskusi

Menyoal Tragedi Kemanusiaan di Stadion Kanjuruan Malang

Pemateri : IMMawan Riyan Betra Delza, M.Psi

Bendahara Umum DPP IMM 2021-2023

Oleh : PC IMM Djazman Al Kindi Kota Yogyakarta

Sepakbola Indonesia tengah mengalami duka mendalam akibat terjadinya tragedi di stadion Kanjuruan Malang yang memakan ratusan korban jiwa dan banyak yang mengalami luka-luka. Pada kesempatan diskusi yang dihadirkan PC IMM Djazman Al Kindi Kota Yogyakarta ini yang disampaikan oleh IMMawan Riyan Betra Delza selaku pemateri dimulai dengan prolog bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dengan sejarah-sejarahnya tercoreng karena ulah para suporter sepakbola yang beringas ditambah perlakuan aparat yang berlebihan dan sembrono, penggunaan gas air mata dalam tragedi di stadion Kanjuruan Malang bukanlah hal yang pertama kali terjadi. Sebelumnya pernah terjadi di Ghana dengan alur kejadian yang sama, hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi yang masih cukup rendah di Indonesia.

Perseteruan yang terjadi antara kedua suporter sebenarnya dipicu oleh insiden yang sederhana seperti yang disampaikan oleh pemateri yaitu secara historis pernah terjadi peristiwa perseteruan antara Aremania dan Bonek Mania yang terjadi karena adanya ejekan di sebuah konser di masa lalu kemudian berlanjut hingga hari ini. Dalam pertandingan lanjutan BRI Liga 1 kita disajikan duel rival bebuyutan derbi Jawa Timur harusnya bisa dijadikan tontonan olahraga dan hiburan.

 Kendati demikian fakta di lapangan berbicara lain, saat mendukung tim kebanggan berlaga di atas lapangan justru menjadi tragedi kemusiaan yang kelam akan dicatat dalam sejarah persepakbolaan Indonesia. Hingga sampai saat ini dan yang paling terakhir adalah tragedi Kanjuruan Malang yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 2022 akan dikenang sebagai sejarah kelam dalam tragedi kemanusiaan bangsa Indonesia. Indonesia adalah negara yang  memiliki keberagaman dengan beragam suku bangsa, budaya, serta agama harusnya menjadikan kita kuat untuk dapat bersatu padu mewujudkan persatuan dan tidak terpaku pada sejarah yang buruk. Hal akan menjadi evaluasi bersama bahwasanya Indonesia masih kental dengan budaya fanatisme di masa lalu yang dibawa sampai saat ini yang membuat negara ini susah untuk mencatatkan sejarah baru.

Memsuki akhir diskusi, pemateri berpesan agar kegiatan diskusi seperti ini dapat dijadikan refleksi bersama sebagai bentuk kepekaan dan empati terhadap isu-isu strategis di nasional atau regional yang sedang hangat dan menjadi tanggungjawab bersama, dalam hal ini PC IMM Djazman Al Kindi Kota Yogyakarta menjadi contoh atau motor penggerak bagi komisariat ataupun cabang lain untuk mengadakan diskusi-diskusi menyikapi dan melakukan pembahasan perihal tragedi kemanusiaan ini. Dalam sesi kedua yaitu dibuka sesi tanya jawab di mana ada salah satu pertanyaan menyoal tindakan represifitas aparat keamanan dalam menyikapi kericuhan dalam stadion tersebut karena aparat keamanan terkesan gegabah dan justru menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton yang memicu terjadinya kepanikan sehingga suporter banyak yang berlarian sampai ada yang terinjak-injak hingga pingsan, padahal hal ini dilarang dalam aturan FIFA yang terdapat pada pasal 19 b yang menyebutkan larangan membawa senjata gas air mata. Maka oknum aparat keamanan yang melakukan tindakan represif tersebut harus mendapatkan hukuman setimpal dengan perbuatannya.

Tags:

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Latest Comments