Tinjauan Yuridis Presidential Treshold Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Beserta Dampaknya Bagi Kelangsungan Demokrasi Di Indonesia

Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, mulai dari lengsernya orde baru atau lebih tepatnya pasca reformasi pada tahun 1998 demokrasi di Indonesia tumbuh sangat pesat. Menurut Abraham Lincoln demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Penulis menyimpulkan berarti dari esensi pengertian tersebut rakyatlah pemegang kedaulatn tertinggi di Indonesia walaupun barangkali sudah ada wakil-wakil rakyat yang juga dipilih langsung oleh rakyat untuk menjalankan suatu amanah tersebut. Seiring dengan bertambahnya kemajuan zaman, kemajuan teknologi, tak pelak kemajuan undang-undang juga tidak kalah dengan bermunculan produk-produk undang-undang yang ada di Indonesia tak terkecuali undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Di dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum penulis akan berfokus pada pasal 222 tentang presidential threshold.

Pemilihan umum pada saat ini memiliki banyak isu yang muncul ke permukaan tak terkecuali isu mengenai presidential threshold atau ambang batas. Setelah adanya perubahan dalam pelaksanaan dengan menggunakan sistem pemilu serentak berdasarkan Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013 yang setelahnya diadopsi di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum pemberlakuan ambang batas untuk pemilihan presiden berdasarkan pemilihan legislatif sebelumnya. Persoalan ambang batas ini sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2004 dan terus mengalami kenaikan yang signifikan sampai menyentuh angka 20% hingga saat ini. Oleh karena itu pemberlakuan ambang batas 20% tersebut mengundang permasalahan karena dengan adanya presidential threshold ini setiap partai tidak serta merta dapat mencalonkan kadernya untuk menjadi presiden dan wakil presiden karena terbentur ambang batas 20% yang mensyaratkan untuk terpenuhi ditambah dengan pelaksanaan pemilu serentak.

Mengacu pada awal penerapannya presidential threshold diatur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Kemudian melihat perkembangannya kurun waktu 2004, 2009, dan 2014 presidential threshold menjadi sesuatu yang diterapkan secara teratur setelah pemilu legislatif pada tahun yang sama. Kemudian jika mengacu undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden dalam pasal 9 memberikan penekanan yang pada esensinya pasangan calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat perolehan kursi 20% dari jumlah kursi di parlemen DPR atau sama halnya 25% dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR yang pelaksanaannya sebelum pemilihan presiden dan wakil presiden.

Mengacu pada pemilihan umum tahun 2019 mengalami perubahan undang-undang yang berkaitan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden yaitu dengan adanya undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum yang menjadi dasar bagi penyelenggaraan pemilub pada tahun 2019. Undang-undang ini mengakomodasi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan legislatif di dalamnya. Pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD, DPRD dilaksanakan secara serentak dalam kurun satu waktu saja. Dalam kacamata penulis, adanya aturan mengenai presidential threshold ini bertentangan dengan UUD 1945 yang di dalam UUD 1945 tidak dijelaskan mengenai adanya presidential threshold karena pada pasal 6A ayar 2 dalam UUD 1945 disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Jika kita mengacu ke dalam pasal tersebut jelas tidak akan kita temukan yang Namanya presidential threshold atau ambang batas yang menjadi syarat menjadi presiden dan wakil presiden alih-alih dengan mensyaratkan adanya 20% dari kursi parlemen atau 25% suara sah nasional pada pemilihan anggota DPR sebelum pemilihan presiden dan wakil presiden sebelumnya. Penulis mempunyai argumentasi bahwa dengan diberlakukannya threshold ini sama halnya membatasi hak konstitusional warga negara untuk dapat mencalonkan dirinya sebagai presiden dan wakil presiden, walau dalam aturan disebutkan mengenai adanya usulan dari partai politik atau gabungan partai politik akan tetapi bagaimana dengan partai-partai kecil yang belum mempunyai presentase yang tinggi dalam parlemen yang seakan-akan membuat partai-partai kecil kehilangan haknya untuk ikut serta dalam mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Penulis kurang sepakat dengan pemberlakuan presidential threshold karena alasan-alasan yang sudah penulis buat dalam uraian tersebut di atas karena sama halnya dengan mengebiri demokrasi beserta konstestasi politik dan mengganggu kesehatan demokrasi di Indonesia.

Oleh : Muhammad Rizki Ramadhani

Ketua Umum PC IMM Djazman Al Kindi Kota Yogyakarta

Tags:

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Latest Comments